29 Oktober 2008

JENIS-JENIS FRAUD

Dalam dunia bisnis, beberapa fraud terjadi karena kelemahan sistem, seperti kurangnya pengendalian atas permintaan pembelian, dan ada pula fraud yang terjadi akibat kegagalan mengikuti prosedur pengendalian yang tepat, misalnya kecerobohan membawa uang kas, kepercayaan yang terlalu besar sehingga tidak ada pembagian tugas. Fraud mungkin juga disebabkan adanya kolusi.
Dilihat dari sisi pelaku atau pihak yang terlibat, fraud dapat diklasifikasikan kedalam :

  • Internal Fraud (oleh orang dalam organisasi).
  • External Fraud (oleh orang di luar organisasi)
  • Kolusi (oleh dua atau lebih pihak, baik diantara orang-orang dalam organisasi atau antara orang dalam dan pihak luar organisasi)

Association of Certified Fraud Examinations (ACFE), salah satu asosiasi di USA yang mendarmabaktikan kegiatannya dalam pencegahan dan penanggulangan kecurangan, mengkategorikan kecurangan

dalam 3 (tiga) kelompok sebagai berikut :

  1. Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud).
    Kecurangan Laporan Keuangan dapat didefinisikan sebagai kecurangan yang dilakukan oleh manajemen dalam bentuk salah saji material Laporan Keuangan yang merugikan investor dan kreditor. Kecurangan ini dapat bersifat financial atau kecurangan non financial.
  2. Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation).
    Penyalahgunaan aset dapat digolongkan ke dalam “Kecurangan Kas” dan “Kecurangan atas Persediaan dan Aset Lainnya”, serta pengeluaran-pengeluaran biaya secara curang (fraudulent disbursement).
  3. Korupsi (Corruption).
    Korupsi dalam konteks pembahasan ini adalah korupsi menurut ACFE, bukannya pengertian korupsi menurut UU Pemberantasan TPK di Indonesia. Menurut ACFE, korupsi terbagi ke dalam pertentangan kepentingan (conflict of interest), suap (bribery), pemberian illegal (illegal gratuity), dan pemerasan (economic extortion), yaitu:
  • Penyuapan (bribery), yang meliputi sumbangan, pemberian, penerimaan, persembahan sesuatu yang bernilai dengan maksud untuk mempengaruhi suatu tindakan/official act. Istilah official act mencakup penyuapan yang dilakukan dengan maksud mempengaruhi keputusan yang dibuat oleh pegawai atau instansi pemerintah.
  • Konflik Kepentingan (Conflict of Interest), yang terjadi manakala seorang pegawai, manajer, atau seorang eksekutif memiliki kepentingan ekonomi atau kepentingan pribadi yang tersembunyi dalam suatu transaksi yang bertentangan dengan perusahaan.
  • Economic Extortion, yang merupakan kebalikan dari penyuapan (bribery). Dalam economic extortion, bukannya penjual yang menawarkan sesuatu yang bernilai untuk mempengaruhi keputusan, melainkan pegawai/karyawan perusahaan yang meminta pembayaran dari penjual/vendor untuk suatu keputusan yang akan menguntungkan penjual tersebut.
  • Illegal Gratuities, yang seperti halnya penyuapan, tetapi tidak dimaksudkan untuk mempengaruhi keputusan yang akan dibuat, tetapi suatu imbalan yang diberikan karena telah dibuatnya keputusan yang menguntungkan.



Selanjutnya...

KENAPA ORANG MELAKUKAN FRAUD ATAU KORUPSI?

Kasus korupsi di Indonesia selalu setiap hari menghiasi media masa. Pemberantasan korupsi yang telah dilakukan selama ini disanyalir seperti TPI- tebang pilih investigasi atau seperti tebang bambu, tebang satu tumbuh seribu. Efek jera yang diharapkan timbul dari satu atau dua pelaku koruptor besar yang dijebloskan di penjaran, ternyata tidak terjadi. Mungkinkah disebabkan karena pemerintah pilih-pilih dalam menangani kasus korupsi? Apalagi seperti kita mendengar dalam pemberitaan, ada penegak hukum di Indonesia yang tidak bebas dari permainan uang dan pengaruh kekuasaan.

Namun demikian, berdasarkan pendapat pakar Donald R Cressey, ada faktor-faktor pendorong, mengapa seseorang melakukan fraud (yang di Indonesia lebih dikenal dengan istilah korupsi), yaitu:

  1. Intent atau niat, merupakan karakteristik yang membedakan kecurangan dengan kesalahan atau kekeliruan.

    Pelaku kecurangan berniat melakukan kecurangan untuk keuntungan dirinya dengan merugikan pihak lainnya. Meskipun niat terlihat sangat jelas karakteristiknya, namun hal tersebut sangat penting sebagai unsur yang harus dibuktikan untuk meneruskan kasus tersebut dalam sidang pengadilan. Dalam beberapa kasus, sangat sedikit bukti yang dihadirkan yang memperlihatkan adanya unsur niat. Fakta bahwa pelaku penggelapan menggunakan hasil kecurangan untuk mendanai pembelanjaan pribadi yang mungkin seluruhnya menunjukkan bahwa yang bersangkutan berniat merugikan organisasi.
  2. Incentive/Pressure (pendorong/tekanan). Manajemen atau karyawan mungkin memiliki dorongan atau tekanan yang menjadi alasan melakukan kecurangan. Untuk melakukan kecurangan lebih banyak tergantung pada kondisi individu, seperti sedang menghadapi masalah keuangan, kebiasaan buruk seseorang seperti berjudi dan peminum; atau mempunyai harapan/tujuan yang tidak realistik.
  3. Opportunity (kesempatan). Keadaan lingkungan yang ada di tempat kerja memberikan kesempatan untuk melakukan kecurangan. Untuk melakukan kecurangan tergantung pada kedudukan pelaku terhadap objek kecurangan. Kesempatan untuk melakukan kecurangan selalu ada pada setiap kedudukan. Namun, ada yang mempunyai kesempatan besar dan ada yang kecil. Secara umum manajemen suatu organisasi/perusahaan mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk melakukan kecurangan dari pada karyawan.
  4. Rationalization/Attitude (Rasionalisasi/sikap). Beberapa individu memiliki sikap, karakter, atau nilai etika yang mengikutinya untuk pembenaran melakukan tindakan tak jujur. Sebagai contoh seseorang mengaku mengambil uang perusahaan tetapi dia berdalih hanya pinjam dan akan mengembalikan uang itu setelah menerima gaji atau berdalih itu pantas dia dapatkan karena yang bersangkutan sudah bekerja keras untuk perusahaan, atau berdalih mengikuti apa yang dilakukan pimpinannya.




Selanjutnya...

28 Oktober 2008

APA ITU AUDIT INVESTIGATIF?

Kerugian akibat fraud (yang di Indonesia lebih populer dengan istilah korupsi) dalam segala bentuknya yang terjadi di seluruh dunia mencapai milyaran USD dengan korban jutaan orang dan ribuan organisasi. Menurut studi yang dilakukan oleh Association of Certified Fraud Examiners, internal fraud di Amerika Serikat diperkirakan telah membebani perusahaan sebesar USD 600 juta per tahun atau sekitar USD 4,500.00 per pegawai. Bisa dibayangkan berapa besar beban kerugian perusahaan akibat fraud di Indonesia yang peringkat korupsinya termasuk 10 (sepuluh) besar negara terkorup.

Bila kita melihat suatu entitas sebagai suatu institusi dalam rangka penanggulangan korupsi, upaya yang harus dibangun tentu tidaklah cukup hanya dari sisi preventif dengan seleksi personil, menciptakan dan menerapkan kebijakan, ketentuan, sistem dan prosedur yang baik dalam rangka membangun internal control system yang handal. Upaya represif dengan penanganan dan pengenaan sanksi yang sepadan (fair) sangat perlu diterapkan bila ingin individu-individu anggota entitas tersebut mentaati sistem dan ketentuan yang ada. Dengan upaya represif yang efektif diharapkan berdampak edukatif dan preventif.


Pengertian Fraud dan Korupsi
Istilah fraud tidak sama dengan tindakan kriminal lainnya, seperti pembunuhan yang mudah untuk didefinisikan elemen-elemen pelanggarannya dan dapat diterapkan untuk semua kasus. Akan tetapi karena fraud dilakukan dengan berbagai macam cara dan mempengaruhi orang dengan cara yang berbeda-beda sehingga ketika mendefinisikan fraud, sulit untuk menerjemahkannya ke dalam defenisi yang singkat.

Menurut Black’s Law Dictionary, fraud (kecurangan) didefinisikan sebagai suatu istilah generik, “embracing all multifarious means which human ingenuity can devise, and which are resorted to by one individual to get an advantage over another by false suggestions or suppression of truth, and includes all surprise, trick, cunning, or dissembling, and any unfair way by which another is cheated”.

atau “mencakup semua ragam cara yang dapat dipikirkan manusia, dan yang diupayakan oleh seseorang untuk mendapatkan keuntungan dari orang lain dengan saran yang salah atau pemaksaan kebenaran, dan mencakup semua cara yang tak terduga, penuh siasat, licik, atau tersembunyi, dan setiap cara yang tidak wajar yang menyebabkan orang lain tertipu”.

Terdapat 4 (empat) aspek yang penting dalam fraud, yaitu:
- Deception (penipuan)
- Dishonestly (ketidakjujuran)
- Intent (niat)
- Concealment (penyembunyian)

Dengan demikian, fraud adalah tindakan kriminal yang mengakibatkan kerugian pada pihak tertentu serta menguntungkan pihak lainnya. Fraud dilakukan dengan cara yang sulit diperkirakan (unsuspecting) dan biasanya melibatkan orang yang diberi kepercayaan/kewenangan.

Sedangkan di Indonesia, pengertian fraud lebih banyak dikenal dengan istilah korupsi dituangkan dalam Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (TPK). Yang dinyatakan sebagai TPK antara lain tercantum dalam Pasal 2 ayat (1) yang berbunyi ”Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” dan pasal 3 yang berbunyi “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”.

Dari definisi korupsi diatas terdapat 4 (empat) unsur yang harus mampu dibuktikan auditor dalam membuat simpulan adanya indikasi KKN, yaitu:
1. Seseorang atau orang-orang yang diduga melakukan KKN;
2. Perbuatan melawan hukum;
3. Menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dan;
4. Merugikan keuangan negara.

Asian Development Bank telah membagi jenis-jenis fraud menjadi 4 (empat) macam, yaitu:
1. Misappropriation of Money and Property
2. False Statements and Claims
3. Contract and Procurement Fraud
4. Bribery, kickbacks, and conflict of interest.

Khususnya dalam hal kecurangan kontrak dan pengadaan barang/ jasa juga sering termasuk bribery (penyuapan), kickbacks atau konflik kepentingan. Pembayaran secara tidak saah terjadi dalam bentuk penyuapan atau “kickback” . Penyuapan merupakan pembayaran secara tidak sah yang mempengaruhi tindakan pemberi kerja. Kickback atau pemberian yang tidak layak merupakan pembayaran tidak sah untuk memperoleh suatu pekerjaan.




Selanjutnya...

PERAN SUPERVISOR DALAM FRAUD AUDIT


Untuk mencapai ukuran mutu kegiatan audit diperlukan standar auditing. Standar pekerjaan lapangan pertama dari standar auditing menyatakan bahwa pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya. Supervisi dalam fraud audit menjadi lebih penting, mengingat banyaknya hal-hal unik/pelik dalam pembuktian fraud serta sering munculnya perbedaan pendapat dalam rangka pembuktian masalah fraud.


SUPERVISI DAN SUPERVISOR
Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan bahwa supervisi adalah pengawasan utama, pengontrolan tertinggi atau penyeliaan. Sedangkan supervisor adalah pengawas utama, pengontrol tertinggi atau penyelia.

1. Kedudukan Supervisor
Dalam suatu organisasi dari tingkatan yang lebih rendah, kedudukan supervisor dapat dilihat sebagai berikut:
  • Tingkat pertama atau tingkat terendah dalam organisasi adalah pelaksana atau bawahan, mereka bekerja sendiri dan bertanggung jawab atas hasil kerjanya sendiri atau lebih luas atas hasil kerja dari kelompok dimana yang bersangkutan ikut sebagai anggota.
  • Tingkat berikutnya adalah mereka yang tugasnya mengupayakan agar para pelaksana melaksanakan tugasnya dengan baik. Mereka ini disebut supervisor atau manajer pada garis terdepan. Masalah pada level ini bukan bagaiman dia bekerja tetapi bagaimana dia dapat melakukan supervisi secara efektif.
  • Di atas supervisor terdapat rentang yang luas yang disebut sebagai manajer tingkat menengah. Manajer tingkat menengah ini melakukan supervisi kepada para supervisor.
  • Di atas manajer dengan berbagai tingkatannya terdapat kelompok eksekutif atau manajer tingkat puncak.

2. Peranan Supervisor

Apabila pelaksana tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, seorang supervisor dapat meminta agar bawahannya tersebut menghentikan pekerjaannya dan kemudian supervisor ini memberikan contoh bagaimana mengerjakan tersebut secara actual dengan hasil yang baik. Namun demikian, ia tidak boleh menggantikan bawahannya itu.

Dalam pandangan lain, peran supervisor dapat pula dijelaskan sebagai peran 5 M, yaitu:
1) Manajer
2) Memonitor
3) Mentor (penasehat)
4) Mediator
5) Motivator.

3. Tugas Supervisor

Secara umum tugas supervisor dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

  • Merencanakan pekerjaan
  • Mengendalikan pekerjaan
  • Memecahkan masalah dan pengambilan keputusan
  • Memberikan umpan balik kinerja untuk bawahan
  • Melatih, mendidik dan mengembangkan bawahan
  • Menciptakan suasana kerja yang kondusif
  • Mewakili pimpinan.

4. Wewenang dan Tanggung Jawab Supervisor
Supervisor bertanggungjawab atas pelaksanaan kegiatan sesuai rencana dan kebijakan yang telah digariskan oleh pimpinan. Sesuai dengan tuntutan tanggung jawab tersebut, supervisor berwenang antara lain:

  • Mengatur penugasan kelompoknya
  • Mereviu hasil kerja kelompoknya
  • Melaporkan untuk dikenakan sanksi terhadap anggota kelompok yang tidak melaksanakan tugasnya dengan baik sesuai lingkup tugasnya.

5. Kendala Yang Dihadapi Supervisor
Kendala yang dihadapi supervisor bisa datang dari internal maupun eksternal. Kendala internal antara lain menyangkut keterbatasan kemampuan manajerial dan kemampuan teknikal yang dimiliki supervisor. Sedangkan kendala eksternal dapat terjadi antara lain menyangkut pembatasan kewenangan yang dilimpahkan kepada supervisor maupun kondisi keterbatasan yang melekat pada unit pemeriksa.

6. Penilaian Kinerja Supervisor
Terdapat 4 (empat) aspek yang menjadi indikator keberhasilan supervisor, yaitu:

  • Memenuhi jadual hasil kegiatan melalui perencanaan yang matang.
  • Memperoleh mutu hasil kerja sesuai yang diharapkan melalui pengawasan yang ketat serta pengarahan yang memadai.
  • Menjaga jalannya pelaksanaan kegiatan secara ekonomis dan efisien melalui pengendalian kegiatan dan motivasi kepada bawahan.
  • Memelihara sikap dan kerjasama dengan atasan dan bawahan sehingga tercipta suasana kerja yang kondusif.

C. SUPERVISI DALAM FRAUD AUDIT

1. Supervisi Dalam Tahap Pra Perencanaan
Berbeda dengan kegiatan-kegiatan lainnya, kegiatan fraud audit memerlukan suatu tahap sebelum merencanakan fraud audit yaitu tahap pra perencanaan. Kegiatan dalam tahap ini adalah menelaah informasi awal, yaitu mengidentifikasi unsur-unsur 5 W dan 1 H: What (Apa), Who (Siapa), Where (Dimana), When (Bilamana), Why (Mengapa), dan How (Bagaimana), untuk menentukan perlu tidaknya dilakukan fraud audit.
Sebagaimana diketahui bahwa dugaan adanya kasus penyimpangan yang diterima dapat berbentuk tertulis atau lisan, antara lain berupa :

  • Surat permintaan untuk diaudit.
  • Surat pengaduan masyarakat
  • Surat Penerusan pengaduan masyarakat yang diterima oleh Instansi/Lembaga.
  • Pengaduan lisan baik secara langsung maupun melalui teknologi informasi.

Di sini faktor pengalaman, yang lebih banyak dari supervisor dibandingkan dengan tim audit, akan sangat membantu dalam memutuskan perlu atau tidaknya dilakukan suatu fraud audit atas informasi awal yang diterima. Selain untuk menilai cukup alasan atau tidaknya dilakukan fraud audit, supervisi yang dilakukan dalam tahap ini juga mencakup mandat/dasar hukum ataupun kewenangan unit pemeriksa untuk melakukan fraud audit.

2. Supervisi Dalam Tahap Perencanaan
Perencanaan Fraud Audit mencakup perumusan hipotesis secara rinci, penyusunan program kerja audit, penentuan sumber daya pendukung yang dibutuhkan dalam pelaksanaan fraud audit, dan penerbitan surat tugas. Rumusan hipotesis rinci akan menentukan arah fraud audit, untuk itu dalam merumuskannya sebaiknya memperhitungkan hal-hal sebegai berikut:

  • Risiko yang mungkin ada
  • Di bagian mana saja kemungkinan penyimpangan itu terjadi
  • Kendali mana saja yang lemah
  • Pihak-pihak mana yang mungkin terlibat
  • Kemungkinan dampak yang terjadi.

Supervisi atas penyusunan program kerja fraud audit ini dilakukan oleh supervisor untuk meyakinkan bahwa:

  • Dengan program kerja audit tersebut dapat dikumpulkan bukti-bukti yang diperlukan untuk mendukung hipotesis yang disusun.
  • Program kerja audit telah mendistribusikan tugas audit secara merata sesuai porsinya kepada semua tim audit
  • Program kerja audit telah memperhitungkan waktu audit masing-masing personil tim audit

Untuk suatu rencana yang baik, seharusnya dapat dipantau setiap saat: siapa mengerjakan apa dan telah menyelesaikan apa saja pada suatu saat, sehingga memungkinkan seorang supervisor menagih hasil kerja yang seharusnya diselesaikan untuk dilakukan reviu sebagaimana mestinya, atau harus melakukan penyesuaian apabila ditemui hambatan atau fakta lain yang memerlukan pendalaman pemeriksaan.


Dari rencana waktu tersebut, supervisor dapat merencanakan waktu supervisi ke lapangan nantinya. Rencana waktu supervisi ke lapangan perlu dikomunikasikan dengan tim audit agar kehadiran supervisor di lapangan benar-benar bermanfaat bagi kelancaran tugas tim.
Di lain pihak, supervisor dalam melakukan supervisi ini harus dapat meyakini bahwa semua personil tim audit memahami apa yang menjadi tugas masing-masing sesuai program kerja audit, dan program kerja tersebut akan menghasilkan kertas kerja yang mendukung simpulan hasil audit.

3. Supervisi Dalam Tahap Pelaksanaan
Supervisi dalam tahap pelaksanaan merupakan supervisi atas pelaksanaan program kerja audit yang ditujukan untuk mengumpulkan dan mengevaluasi bukti-bukti yang dikumpulkan. Supervisor perlu meyakinkan bahwa audit telah berjalan sesuai yang direncanakan, melalui:

  • Apakah program kerja telah dilaksanakan sebagaimana mestinya
  • Apakah pelaksanaan audit di lapangan mengalami hambatan
  • Apakah pencapaian target penyelesaian pekerjaan sesuai waktu yang direncanakan
  • Apakah tim bekerja secara efisien.

Agar dapat melaksanakan peran supervisinya dengan baik dalam tahap ini, disamping paham tentang bukti-bukti audit, supervisor harus memahami tentang bukti-bukti yang dapat diterima menurut hukum meliputi jenis-jenis bukti, sumber-sumber bukti, kuantitas dan kualitas bukti, dan metode perolehan bukti.
Dalam fraud audit sering terjadi bahwa apa yang direncanakan tidak sepenuhnya dapat dilaksanakan sesuai rencana. Hal tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi lapangan dan asumsi awal yang dijadikan pertimbangan dalam menyusun hipotesa. Kemungkinan yang terjadi adalah:

  • Terlambat pengerjaannya
  • Lebih cepat pengerjaannya
  • Rencana tidak dilaksanakan atau tidak perlu dilaksanakan
  • Melaksanakan yang tidak direncanakan.

Penyesuaian dari rencana tersebut perlu dibahas bersama. Apabila penyesuaian dari rencana tersebut telah dilaksanakan sesuai kondisi lapangan, hal tersebut perlu dipertanggungjawabkan dengan argumentasi yang memadai. Disinilah peran supervisor berdasarkan pengalaman yang dimilikinya diharapkan melakukan pembinaan terhadap tim dan berpikir konstruktif mengarah kepada penyelesaian tugas dengan baik.Di lain pihak untuk mengatasi hambatan dari auditan, supervisor dapat berperan sebagai komunikator dan mediator agar pelaksanaan audit menjadi lebih lancar sehingga tugas audit dapat diselesaikan tepat waktu.

4. Supervisi Dalam Tahap Pelaporan
Supervisi dalam tahap pelaporan perlu dilakukan agar laporan hasil fraud audit benar-benar akurat, obyektif dan mencerminkan fakta yang sebenarnya terjadi, yaitu bahwa:

  • Laporan harus didukung dengan bukti-bukti yang memadai
  • Informasi dari hasil interview telah dilakukan pengujian melalui konfirmasi dan konfrontasi dengan informasi yang didapatkan dari pihak-pihak terkait
  • Seluruh informasi yang dituangkan dalam laporan bukan merupakan pendapat atau opini auditor atau persepsi pihak-pihak yang diinterview.

Kegiatan supervisi dalam tahap ini dapat dilakukan dengan:
1) Reviu atas konsep laporan
2) Pembahasan dengan Tim Audit
3) Reviu kelengkapan KKA dan kesesuaiannya dengan laporan.

Media reviu atas konsep laporan menggunakan Routing Slip untuk memantau pemprosesan konsep tersebut, dan Lembar Reviu (Reviu Sheet) untuk mencatat petanyaan/ permasalahan dan penjelasan atas proses reviu yang dilakukan.






Selanjutnya...

22 Oktober 2008

PERAN DAN FUNGSI INTERNAL AUDITOR

Pada mulanya internal auditing diperlukan karena adanya tuntutan dan respon dari kebutuhan manajemen yang diakibatkan meningkatnya ukuran dan kompleknya perusahaan yang secara khusus berkaitan dengan pelaksanaan pengendalian dan effisiensi kegiatan perusahaan serta tanggung jawab perusahaan dalam merencanakan tersedianya bahan-bahan dan pekerja, ketaatan terhadap peraturan pemerintah, dan meningkatnya perhatian akan “cost finding”.

Pemilik perusahaan merasakan sangat tidak mungkin menjalankan seluruh kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya dan tidak memiliki kecukupan waktu dalam memanggil pegawai yang secara langsung ataupun tidak langsung membuat pertanggungjawaban kepadanya. Untuk mengantisipasi kendala-kendala tersebut manajemen perlu menunjuk pegawai yang bertugas secara khusus untuk mereviu dan melaporkan apa-apa yang terjadi dan untuk menyelidiki mengapa hal itu terjadi. Di beberapa perusahaan, mereka diberi tugas untuk meneliti kegiatan rutin keuangan dan operasi dengan tekanan pada ketaatan, pengamanan, dan mendeteksi kecurangan. Sedang di perusahaan lain, diberikan kedudukan yang lebih tinggi dan diminta untuk menganalisa dan menilai kegiatan operasi dan keuangan. Pegawai tersebut di kemudian hari dikenal sebagai “internal auditor”.

Menurut the Institute of InternaI Auditng, Internal auditing didefinisikan sebagai “Internal auditing is an independent, objective assurance and consulting activity designed to add value and improve an organization’s operations. It helps an organization accomplish its objectives by bringing a systematic, disciplined approach to evaluate and improve the effectiveness of risk management, control, and governance processes.”

Pernyataan ini menjadi sangat penting apabila memfokuskan pada kata-kata kunci Internal Auditing, yaitu:

  • Independen, bahwa dalam melakukan audit harus bebas dari pembatasan-pembatasan yang secara signifikan dapat membatasi ruang lingkup dan ketidak efektifan reviu atau laporan hasil temuan dan simpulan;
  • Obyektif, menunjukkan bahwa tidak diperlukan penetapan dalam organisasi, suatu revisi difinisi yan mengijinkan jasa internal audit diberikan oleh pihak luar, yang berpengaruh akan pengakuan bahwa kualitas jasa internal audit dapat diperoleh dari luar;
  • Dengan penekanan bahwa ruang lingkup internal audit meliputi kegiatan memberikan kepastian/jaminan dan konsultasi, yang merupakan definisi baru sebagai langkah proaktif dan berfokus kepada customer, serta memberikan perhatian atas isu utama dalam pengendalian, manajemen risiko, dan tata kelola yang baik (governance);
  • Dengan memikirkan organisasi secara keseluruhan, difinisi baru ini sangat memahami bahwa internal audit sebagai mandat yang demikian luas, suatu tanggung jawab yang akan membantu perusahaan berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan;


Internal Auditing dan Nilai Tambah Organisasi
Internal auditing menyediakan berbagai jenis jasa kepada organisasi. Jasa-jasa tersebut dapat berupa audit keuangan, kinerja, ketaatan, sistem keamanan, due diligence, berpartisipasi dalam komite untuk menyeleksi software akuntansi, merevisi code of conduct organisasi, sampai kepada pelatihan masalah internal audit terhadap para pegawai ataupun manajer baru. Pada saat ini internal auditing bukan hanya membahas masalah internal kontrol secara tradisional tetapi lebih dari itu juga mencakup berbagai jasa lain yang dapat diberikan kepada organisasi dan stakeholder lainnya. Untuk dapat menilai kinerja internal audit, kita dapat mulai dengan satu pertanyaan bagaimana fungsi internal audit dapat memberikan nilai tambah kepada organisasi.


Bagaimana menentukan bahwa suatu kegiatan memberikan nilai tambah? Untuk menjawab pertanyaan ini, maka pertama-tama harus mengidentifikasi pihak mana yang akan diukur nilai tambahnya, apakah senior manajer, manajer keuangan, komite audit atau regulator/pemerintah. Pada era tahun 70 sampai 80an, ada suatu pandangan bahwa fungsi internal audit merupakan mata dan telinga manajemen, sehingga nilai tambah disini ukurannya adalah nilai tambah terhadap manajemen.

Namun demikian apakah pendekatan nilai tambah terhadap manajemen tersebut sudah tepat? Mengapa bukan nilai tambah terhadap komite audit, manajer operasi (yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas), eksternal auditor (internal audit dapat mengurangi beban fee kepada eksternal audit), atau pihak lainnya. Pada kenyataannya, saat ini sebagian besar praktisi internal auditor sepakat bahwa “tingkat kebutuhan” dari para stakeholder terhadap fungsi internal audit adalah seimbang atau sama. Oleh karena itu fungsi internal auditing harus bisa memenuhi kebutuhan para stakeholder tersebut secara seimbang atau dengan kata lain fungsi internal auditing harus dapat memberikan nilai tambah kepada para stakeholder sesuai kebutuhan masing-masing tanpa harus memprioritaskan kepada stakeholder tertentu.

Selain fungsi internal audit yang mempunyai berbagai customer/stakeholder, jenis nilai tambah yang dapat diberikan juga bervariasi. Sebagai contoh, manajer operasi (yang sering merupakan auditee) berkepentingan kepada fungsi internal audit yang dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas operasinya. Eksternal auditor melihat internal audit sebagai tambahan pengendalian intern dimana, jika dilaksanakan secara efektif, dapat mengurangi volume/scope pekerjaan eksternal auditor yang harus dilaksanakan untuk dapat memberikan pernyataan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. Pemasok dan pelanggan melihat internal auditor sebagai pihak yang memberikan jaminan (assurance) atas dapat dipercayainya dan tingkat keamanan informasi tentang organisasi yang diterimanya. Para staf auditee melihat internal auditor sebagai pihak yang dapat menuntunnya ke arah inovasi, perbaikan dalam pelaksanaan tugasnya. Berbagai nilai tambah yang ditawarkan tersebut juga dapat menimbulkan konflik bagi internal auditor dalam mengalokasikan sumber dayanya dalam rangka memenuhi keinginan berbagai pihak dengan berbagai kepentingan tersebut.


Evolusi Peran/fungsi Internal Auditing
Bisnis, organisasi dan proses kegiatan pada suatu entitas terus berkembang seiring dengan perubahan lingkungannya, khususnya perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Transaksi bisnis dapat melibatkan pihak-pihak dimana saja (world-wide). Unit-unit organisasi suatu entitas sangat mungkin tersebar melewati batas-batas negara tempat kedudukan Kantor Pusat-nya. Proses pembayaran dapat dilaksanakan hanya dengan sentuhan jari pada keyboard komputer.

Perubahan juga terjadi pada ruang lingkup peran internal auditor. Era sebelum tahun 1980 dapat dikatakan sebagai generasi pertama. Lingkup kegiatannya dimulai dari proses, prosedur dan aktivitas pengendalian yang ada. Audit yang dilakukan berkaitan dengan ketaatan (compliance audit). Pada generasi kedua (tahun 1980-an) peran internal auditor mencakup kerangka pengendalian (control Frameworks). Ruang lingkup kegiatan dimulai dari resiko keuangan/ketaatan, menentukan pengendalian yang seharusnya ada, dan melaksanakan audit terhadap rancangan pengendalian, efektivitas operasi dan ketaatan.

Generasi ketiga (tahun 1990-an) merupakan era dimana peran internal auditor dimulai dari pemahaman secara seksama atas bisnis dan berbagai resiko bisnis. Menetapkan pengendalian yang seharusnya ada. Kemudian melaksanakan audit atas rancangan pengendalian, efektivitas operasi dan ketaatan. Pada generasi ke empat (tahun 2000 - ? ), setelah memahami bisnis dan berbagai resiko bisnis, internal auditor menetapkan Risk Management Process (RMP) yang seharusnya ada. Auditnya mencakup rancangan pengendalian, efektivitas operasi dan ketaatan di dalam setiap proses pengelolaan resiko.

1) Perubahan Paradigma

Sejalan dengan evolusi peran internal auditor terjadi perubahan paradigma:

  • Bila sebelumnya hanya auditor yang tertarik dengan masalah resiko, pada paradigma baru semua orang tertarik dengan resiko.
  • Kalau sebelumnya dikenal dengan paradigma fragmentasi dan tidak ada risk policy, paradigma barunya adalah terfokus dan terkoordinasi serta adanya risk policy.
  • Kegiatan pada paradigma lama berupa: inspeksi, deteksi dan reaksi, pada paradigma baru: antisipasi, pencegahan dan monitoring.
  • Paradigma lama menyatakan bahwa orang-orang merupakan sumber resiko, pada paradigma baru: proses merupakan sumber resiko.

    2) Perubahan Pengendalian Intern (Internal Control)

    Disamping itu terjadi pergeseran pandangan tentang internal control:
  • Dari mengurangi resiko akuntansi keuangan dan pelaporan ke arah mengurangi resiko bisnis.
  • Dari evaluasi pengendalian akuntasi yang ada bergeser ke arah merancang pengendalian bisnis untuk resiko yang teridentifikasi.
  • Sebelumnya terfokus pada efektivitas proses bisnis dan ketaatan, bergeser kepada efisiensi, kualitas dan cepat tanggap dari proses bisnis.
  • Semula menetapkan orang-orang harus berbuat apa dan meyakinkan bahwa hal tersebut dilaksanakan, kemudian bergeser kepada pemberdayaan orang-orang dan menjaga agar mereka bertanggungjawab atas hasilnya.

    Dengan perubahan paradigma di atas, muncul paradigma baru dalam melihat peran dan kegiatan internal auditor, antara lain:
  • Auditing juga untuk melihat kedepan: dampak terhadap bisnis dimasa yang akan datang.
  • Internal auditor juga berperan sebagai partner bukan sekedar “watchdog”. Internal auditor juga berperan dalam proses perbaikan dan fokusnya pada inovasi dan efisiensi (bukan hanya biaya).

    Peran dan kegiatan tersebut tentu saja berkaitan dengan upaya membangun internal control system yang handal dalam mencapai tujuan (efisiensi dan efektivitas operasi, keandalan laporan keuangan, ketaatan kepada peraturan/ketentuan yang relevan) dan strategi bisnis. Hal ini harus diimplementasikan dalam setiap unsur internal control (lingkungan pengendalian, penilaian resiko, aktivitas pengendalian, informasi dan komunikasian, dan monitoring), termasuk yang berkaitan dengan masalah fraud (kecurangan).


Dan yang terakhir, hal sangat menarik adalah dampak kasus Enron terhadap profesi Akuntan. Akibat kasus tersebut memaksa profesi akuntan untuk mengkaji kembali peran dan fungsinya. Demikian pula halnya dengan peran Internal Auditor. Peran yang semula kami sebutkan diatas, dewasa ini telah dituntut perannya untuk lebih membantu pihak manajemen khususnya dalam meminimalkan faktor-faktor resiko yang mungkin akan dan telah terjadi dalam perusahaan.


Oleh karena itu kemampuan seorang Internal Auditor saat ini benar-benar dituntut. Sebagaimana dinyatakan dalam The Standards for the Professional Practice of Internal Auditing (IIA Standards), Internal Auditor harus memiliki pengetahuan yang cukup dalam mengidentifikasi indikasi-indikasi kecurangan tetapi tidak diharapkan untuk memiliki keahlian sebagai seorang yang bertanggung jawab melakukan deteksi dan investigasi kecurangan.
Internal auditor juga mempunyai kesempatan untuk mengevaluasi pengendalian dan resiko-resiko kecurangan dan memberikan rekomendasi dalam mengurangi resiko-resiko dan pengembangan pengendalian. Secara khusus, IIA Standards mengharuskan seorang Internal Audit untuk menilai resiko-resiko “facing” perusahaan. Penilaian resiko tersebut membantu sebagai dasar dalam membuat perencanaan audit dan pengujian pengendalian intern.
Untuk mencapai tujuan tersebut, internal auditor melakukan kegiatan–kegiatan berikut:

  • Menelaah dan menilai kebaikan, memadai tidaknya, dan penerapan sistem pengendalian manajemen, struktur pengendalian intern, dan pengendalian operasional lainnya serta mengembangkan pengendalian yang efektif dengan biaya yang tidak terlalu mahal,
  • Memastikan ketaatan terhadap kebijakan, rencana dan prosedur-prosedur yang telah ditetapkan oleh manajemen,
  • Memastikan seberapa jauh harta perusahaan dipertanggungjawabkan dan dilindungi dari kemungkinan terjadinya segala bentuk pencurian, kecurangan dan penyalahgunaan,
  • Memastikan bahwa pengelolaan data yang dikembangkan dalam organisasi dapat dipercaya,
  • Menilai mutu pekerjaan setiap bagian dalam melaksanakan tugas yang diberikan oleh manajemen,
  • Menyarankan perbaikan-perbaikan operasional dalam rangka meningkatkan efisensi dan efektifitas.
  • Dari kegiatan-kegiatan yang dilakukannya tersebut dapat disimpulkan bahwa internal auditor antara lain memiliki peranan dalam :
    a. Pencegahan Kecurangan (Fraud Prevention),
    b. Pendeteksian Kecurangan (Fraud Detection), dan Penginvestigasian Kecurangan (Fraud Investigation).
    Dalam kaitannya dengan peran tersebut, internal auditor tidak akan lepas dengan struktur pengendalian intern perusahaan. Menurut COSO (The Committee of Sponsoring Organizations of The Treadway Commission), Struktur Pengendalian Intern terdiri atas lima komponen sebagai berikut:
    a. Lingkungan Pengendalian (Control Environment)
    b. Penaksiran Risiko (Risk Assessment)
    c. Aktivitas Pengendalian (Control Activities)
    d. Informasi dan Komunikasi (Information and Communication)
    e. Pemantauan (Monitoring)
    Kerangka pengendalian yang diperkenalkan COSO tersebut lebih luas dibandingkan model pengendalian akuntansi yang tradisional dan mencakup menejemen risiko. Dalam menjalankan kegiatan usahanya, manajemen perusahaan sering menghadapi risiko-risiko tertentu, yang dikenal dengan Risiko Bisnis. Manajemen risiko, termasuk risiko terhadap adanya kecurangan, perlu benar-benar dipahami agar kelangsungan hidup perusahaan di dunia usaha dapat tetap terus dipertahankan.

    Kegiatan Internal Audit: Assurance and Consulting Services
    Fungsi Internal audit menawarkan dua macam jasa yang utama, yaitu Jasa Penjaminan dan Konsultasi (Assurance and Consulting Services). Jasa penjaminan didefinisikan sebagai “melakukan penaksiran atas risiko manajemen, pengendalian dan proses pengelolaan organisasi. Termasuk disini adalah penugasan-penugasan dalam reviu/audit atas keuangan, ketaatan, kinerja, sistem keamanan dan due dilligent”. Untuk melaksanakan fungsi tersebut, internal auditor harus menampilkan independensi dan obyektivitasnya, integritas, kompetensi, serta kehati-hatian.
    Jasa penjaminan berbeda dengan jasa konsultasi, dimana jasa konsultasi merupakan pemberian nasehat (advisory) dan jasa terkait lainnya. Dalam memberikan jasa konsultasi biasanya sifat dan ruang lingkup kegiatannya telah ditentukan sebelumnya. Contohnya adalah jasa pelatihan, desain proses, fasilitator dan lain-lain.
    Sifat dari kegiatan fungsi internal audit menurut Standards for the Professional Practice of Internal Auditing (SPPIA) Nomor 2100 adalah:
    “...is to evaluate and improve the effectiveness of the following three processes:
  • Risk management processes — identification and evaluation of potential risks that might affect the achievement of objectives of an organization and determination of adequate corrective actions. A link can here be made to critical success factors.
  • Control processes — policies, procedures, and activities which ensure that risks are kept within the limits defined by management in the risk management process.
  • Governance processes — procedures which allow stakeholders to evaluate risk and control processes defined by management.”

    Oleh karena itu fungsi internal audit memberikan kontribusinya kepada organisasi melalui dua hal, yaitu dengan evaluasi sistem dan menjamin dapat dipercayainya sistem tersebut (assurance services), dan membantu mendesain sistem tersebut dengan memberikan rekomendasi (consulting services).




Selanjutnya...

PERANAN FORENSIC ACCOUNTING DALAM AUDIT DAN DALAM PERSPEKTIF TINDAK PIDANA KORUPSI

Akhir-akhir ini kejahatan ekonomi telah meningkat secara dramatis, terlihat hampir setiap hari media surat kabar maupun elektronik memberitakan kejadian tersebut. Seseorang telah menggelapkan dana dari bank, para politisi menerima ”kickback” atau seseorang telah merekayasa pelelangan untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain. Hal ini menuntut para penegak hukum menjadi lebih peduli akan kejahatan kerah putih. Namun demikian, para penegak hukum kurang memiliki pengetahuan, keahlian dan pelatihan dan belum familiar dengan prinsip akuntansi dan teknik-teknik audit. Oleh karena itu para penegak hukum biasanya menggunakan jasa akuntan untuk membantu dalam mengembangkan informasi keuangan.
Dilain pihak, dengan munculnya kasus Enron, Worldcom, dan Global Crossing, auditor baik internal maupun eksternal dipaksa untuk mengembangkan teknik pemeriksaan terhadap kecurangan. Salah satu gagasan yang dilemparkan oleh Panel on Audit Effectiveness dari AICPA yaitu auditor hendaknya melaksanakan sejenis pemeriksaan forensik dalam setiap auditnya untuk meningkatkan prospek dalam mendeteksi kecurangan.
Oleh karena itu, profesi akuntan telah memulai perubahan dari pengujian ”hal yang tidak biasa (irregulariries)” menjadi pengujian terhadap kecurangan (fraud).

Perubahan ini tentu saja telah mengakibatkan perubahan prosedur audit seperti bagaimana mengembangkan teknik-teknik untuk menemukan pola kecurangan yang sangat potensial melalui pengembangan profil seseorang yang diduga sebagai pelaku serta melakukan tes detail atau prosedur substantif secara akurat, dengan tidak hanya menyandarkan diri terhadap tes pengendalian saja.
Dalam mengungkap tindak kejahatan ekonomi termasuk didalamnya tindak pidana korupsi, kerja sama antara akuntan dengan penegak hukum saat ini bukan hanya penting tetapi telah menjadi keharusan. Para penyidik tindak pidana korupsi harus mempelajari bagaimana menggunakan informasi keuangan untuk memperkuat kasus yang disidik, di sisi pihak, akuntan harus mengerti dan memahami data-data keuangan apa saja yang dapat diterima menurut hukum.

PERAN FORENSIC ACCOUNTING DALAM PROSES LITIGASI
The AICPA’s Forensic and Litigation Service Committee menyatakan bahwa forensic accounting mengandung 2 (dua) unsur utama, yaitu pertama, jasa litigasi yang mengakui peran akuntan sebagai pemberi keterangan ahli, konsultan, atau peranan lainnya; kedua, jasa investigatif yang dapat digunakan dan dinyatakan dalam sidang pengadilan.
Dalam memberikan jasa pemberian keterangan ahli, akuntan forensik dapat memberikan pendapatnya secara profesional dalam bidang atau area disiplin ilmu yang dimilikinya, seperti masalah akuntansi, auditing, cara bekerjanya kecurangan, administrasi, kesalahan aplikasi keuangan/dana, dan identifikasi situasi lainnya yang berkenaan dengan aktivitas kecurangan. Perlu ditekankan dan mendapat perhatian yang seksama bahwa pemberian jasa keterangan ahli adalah untuk membantu menetapkan betapa pentingnya bukti-bukti dan fakta-faka dibangun tanpa prasangka dalam suatu skenario, seperti kecurangan tersebut hanya suatu kemungkinan atau nyata, kelalaian, atau kesalahan manajemen.
Dalam memberikan jasa investigatif, melalui investigative/fraud audit, upaya akuntan forensik umumnya akan membuktikan aktivitas tindakan kecurangan yang tercermin dalam transaksi atau catatan akuntansi. Melalui upaya yang sangat tekun akuntan mampu mengidentifikasi motif pelaku, melakukan pengujian atas catatan akuntansi untuk menentukan apakah catatan tersebut telah dimanipulasi sebagai usaha atau menyembunyikan aktivitas kecurangannya. Namun demikian, akuntan forensik juga dapat membantu untuk menyangkal atau membuktikan sebaliknya atas skenario yang sampaikan oleh jaksa penuntut umum.

PERANAN AKUNTAN FORENSIK DALAM AUDIT
Dengan maraknya berbagai kasus kecurangan, Howard Silverstone dan Howard Davia mengemukakan dalam buku Fraud 101 Techniques and Startegies for Detection, Edisi Kedua, bahwa dalam melaksanakan fungsi audit, internal auditor sudah dituntut tidak hanya sekedar sebagai “anjing penjaga (watchdog)” saja tetapi juga berfungsi sebagai “anjing polisi/mata-mata (bloodhound)”. Sebagai penjaga diilustrasikan fungsinya hanya sedikit menggigit tetapi lebih banyak menggonggong. Melalui nalurinya, anjing penjaga akan menggonggong apa yang dilihat dan diciumnya tanpa ingin mengetahui apakah seseorang tersebut sah atau tidak memasuki wilayah penjagaannya.
Dengan berfungsi sebagai “bloodhound”, maka internal auditor harus dapat merasa apabila seorang penyusup memang diizinkan untuk mendekati dan apakah seseorang tersebut memiliki kunci masuk ataukah memiliki password untuk masuk pintu. Sebagai mata-mata, harus tahu ada alat kamera pengaman yang memonitor selama 24 jam, adanya saluran penanganan apabila diketahui ada seseorang memasuki area tanpa ijin, dan mewaspadai gelagat disekelilingnya apabila terjadi perbuatan yang tidak wajar. Oleh karena itu akuntan harus merubah pola pikirnya dengan melakukan kombinasi antara prosedur audit dengan prosedur investigatif atau teknik-teknik investigatif untuk dapat membantu mengidentifikasi faktor-faktor risiko audit dan kemungkinan salah saji material yang disebabkan adanya kecurangan. Dengan menggunakan prosedur audit untuk mengidentifikasi keadaan sekitar yang mendorong terjadinya kecurangan adalah untuk memahami jalan pikiran pelaku kecurangan.

Selanjutnya...

17 Oktober 2008

HASTO BROTO pegangan SEORANG PEMIMPIN

Dalam kisah Mahabarata, Hasto Broto merupakan wejangan atau petuah Begawan Kesowo Sidi kepada Arjuna, yang berisi delapan perbuatan (Hasto Broto) sebagai pegangan seorang pejabat kerajaan dalam memegang kepemimpinan. Wejangan diterima Arjuna setelah menerima wahyu Sri Makutho Romo atau wahyu kepemimpinan. Dengan menganalogikan seseorang yang telah menerima SK (wahyu) menjadi pejabat maka menurut pendapat penulis, Hasto Broto ini dapat menjadi bahan referensi dalam memegang tapuk pimpinan. Ajaran ini mengandung makna apabila seseorang menjadi pemimpin, harus tanggap, tangguh, tanggungjawab dan dapat mengendalikan diri dalam menghadapi sesuatu permasalahan. Oleh karena itu sebagai pemimpin dapat bercermin kepada sifat-sifat alam, berikut:

1. MATAHARI
Pambekane satrio lan nalendro, nulato sang hyang suryo, ora ngemongake gawe pepadhang atine kawulo dasih, nanging kudu ono dhasar-dhasar wani anguripi, tetulung marang kang kacingkrangan, mbebantu marang kang karepotan, ngayomi marang kang karibetan, nuduhake dalan-dalan kang anjog marang kautaman, lan ora singlar saka adeg-adege kasucen.


Arti bebas:
Sifat dan watak seorang pemimpin berkacalah pada matahari, yang tidak saja membuat terang dan penyejuk hati rakyat, tetapi yang dilakukan harus ada landasan keberanian memberikan kehidupan, menolong kepada yang hidupnya serba kekurangan, membantu kepada orang yang menghadapi kesulitan, melindungi orang yang sedang dilanda masalah, dan memberikan petunjuk kepada jalan kebaikan tanpa mengabaikan dasar-dasar kebenaran.


2. BULAN
Rembulan iku pepadhang jroning ratri. Padhang jingglang maweh hawa adhem lan jinem, nanging ugo dadi cecoloking laku, dadi oboring lelakon. Mengkono mungguh salokane, poro satria lan nalendro, nulato marang lekase sang hyang condro. Ojo mriksani poro kawulo dasih amung sarana swasono kang padhang. Jroning peteng gagapono, endi sing marakake dadi pepeteng, sirnakno sarono sengseming roso adhedhasar gelem korban kang sepi ing pamrih. Yen tetelo mangkono, kang podho nompo parentah, nggone nggugu ora mandheg aneng nun inggih dhateng sendiko, nanging hanerusing batin, opo kang cinandhak kecakup, opo kang ditindakake biso rampung.

Arti bebas:
Bulan merupakan penerang di malam hari. Terang benderangnya memberikan suasana dingin dan tenang, yang menjadi penerang dalam perjalanan, dan menjadi obor dalam kehidupan. Begitu seharusnya seorang pemimpin, berkacalah pada sifatnya bulan. Jangan hanya melihat kondisi rakyat di saat suasananya sedang bahagia. Di saat rakyat dalam keadaan susah, pemimpin harus segera mendalami penyebab masalahnya, hilangkan masalah tersebut dengan rasa suka cita dengan landasan berkorban tanpa pamrih. Kalau demikian adanya, niscaya rakyat yang menerima perintah segera melaksanakan secara sukarela lahir batin.


3. BINTANG
Lintang dadi kekembanging ngantorikso. Mengkono mungguh satrio opo dene nalendro, tingkah laku muno muni, tandang tanduk, solah bowo, sarawung, kudu tetepo dadi kekembanging poro manungso. Mungguh dayaning kembang mau, biso pinundi, biso rinonce, biso kinaryo cecundhuk, nanging biso kinaryo pepasren. Dene mungguh paedahe poro satrio, ucape gampang digugu, prentahe gampang dituhoni, lumadining srawung bakal kajen keringan.

Arti bebas:
Bintang menjadi bunganya langit. Begitu pula seharusnya seorang pemimpin, tingkah laku, cara bicara, dan cara pergaulannya harus bisa menjadi bunga atau buah bibir setiap manusia. Kekuatan bunga itu bisa dirangkai dan bisa menjadi penghias. Demikian pula sebagai pejabat, setiap ucapannya mudah diterima dan diikuti, perintahnya mudah dilaksanakan, yang pada akhirnya akan dihormati dalam pergaulan.


4. AWAN
Mendhung iku duwe watak adil. Yen wis wancine tumiboning mendung dadi udan, ora mawas papan. Nadyan ngungkulono gunung, ngungkulono alas, kutho, lan praja, udan mesti tumibo. Mangkono dadi sanepane poro kang ngasto ambeg adil. Poro kang ngasto jejeging adil, ojo ndadak mawas sanak kadang pawong mitro. Sopo wae kang wajib nompo adil kudu diadili kang murwat adhedhasar ukum sarta nganggo lelandhesan pidana.

Arti bebas:
Awan memiliki sifat adil, artinya kalau sudah saatnya menjadi hujan, tidak pernah melihat tempat, baik di hutan, kota, dan lautan. Begitulah seharusnya seorang pejabat harus berwatak adil. Pada saat menerapkan keadilan, tidak melihat hubungan sanak saudara. Siapa yang harus diadili berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.


5. BUMI
Bumi kuwi ambege lumuh kapotangan. Nadyan ketiban wiji jagung tukule yo jagung, yen wiji pari tukule yo pari. Lan bumi watake kamot lan momot. Tegese kamot dienciki opo wae, ora ngemongake manungso, sanadyan gunung ono nduwuring bumi, ora nate kapireng sesambate. Momot tegese biso madhahi sekalir ingkang kumelip. Mengkono panjenenganing nalendro opo dene satrio, kudu kerep ngrungokake sesambating poro kawulo dasih, ojo amung sarono mandheg awit saka nampa pradul, nanging luwih cetho lan trewoco yen to poro satria lan nalendro, nggone anggung midhangetake suarane kawulo dasih, sarana namur kawulo dadi biso cetho sarta gamblang, wekasan biso momot lan kamot.

Arti bebas:
Bumi sifatnya tidak merasa dihutangi, apa saja yang datang akan diterima dan tidak pernah menggerutu. Demikian halnya seorang pemimpin harus sering mendengarkan keluh kesahnya rakyat, dan jangan hanya mendengar lewat orang lain. Oleh karena itu agar memperoleh informasi secara jelas, harusnya pemimpin menyelidiki secara diam-diam dengan berperan sebagai rakyat biasa.

6. API
Geni duweni watak pambrasto, mbrasto sopo wae kang nyulayani angger-anggering bawono agung. Mengkono satrio lan nalendro, kudu wani amunah satru hangkoro murko memalaning jagad, kang bakal handhedher karusuhan, kang bakal gawe daredah, sarto kang tansah gawe onar ono jroning bebrayan.

Arti bebas:
Api memiliki sifat pemberangus. Sebagai pemimpin harus berani memberantas kejahatan, yang akan berbuat keonaran, dan kerusuhan, yang akan membuat huru hara, dan yang akan selalu mengancam kehidupan berbangsa dan bernegara.

7. AIR
Banyu iku gumelare dadi panguripan. Ing endi-endi papan ana banyu mesti ono panguripan. Senadyan pucuking gunung, senadyan tepining samodro, sanadyan papan ngenthak-enthak dadi bulak, nanging yen ing kono ono banyu, sayekti ono panguripan. Dene kang kasebut panguripan ing kene, ora ngemongake makhluk kang asifat manungso, kalebu uriping kutu-kutu walang atogo opo dene uriping sagung thethukulan. Lumadining poro satrio lan nalendro, kudu biso anguripi ing sadhengah marang sopo wae kang wajib diuripi.

Arti bebas:
Air itu menjadi pemberi kehidupan. Dimana ada air disitu pasti ada kehidupan. Walau di puncak gunung, di pesisir samudera, atau di rawa-rawa sekalipun kalau ada air pasti ada kehidupan. Yang dimaksud kehidupan tidak hanya untuk manusia, termasuk hewan dan tumbuhan. Oleh karena itu sebagai seorang pemimpin harus dapat memberikan kepada bawahan atau rakyat suatu jalan atau sarana atau "kehidupan" yang memang pantas untuk menerima.


8. ANGIN
Tegese biso manjing ajur ajer. Ingkang dikarepake biso manjing ajur-ajer mono, rehning cacahing poro kawulo mau kadapuk ono pirang pirang perangan. Yo ono kang adrajat brahmana, yo ono kang adrajat wesia lan sudro. Tetelu kang podho nglungguhi kastane dhewe-dhewe mau, poro nalendro yo satriyane, kudu biso mamet prono angenaki tyasing sasomo. Poro brahmana bakal anteng nggone amujo semedi yen kaayoman dening katentreman. Poro wesia bakal lumadi nggone nindakake pakaryan ing nangkudo yen to kaayoman dening katentreman. Mengkono ugo poro sudro bakal biso bungah-bungah rasane yen kaayoman dening katentreman.

Arti bebas:
Air itu sifatnya bisa masuk kemana saja dan campur menjadi satu. Oleh karena adanya tingkatan status kehidupan masyarakat, maka sebagai seorang pemimpin harus dapat mengambil hati kepada siapapun tanpa kecuali. Mereka dalam menjalankan kegiatannya akan merasa terlindungi, terayomi, dan merasa tenteram lahir dan bathin.
Selanjutnya...