22 Oktober 2008

PERANAN FORENSIC ACCOUNTING DALAM AUDIT DAN DALAM PERSPEKTIF TINDAK PIDANA KORUPSI

Akhir-akhir ini kejahatan ekonomi telah meningkat secara dramatis, terlihat hampir setiap hari media surat kabar maupun elektronik memberitakan kejadian tersebut. Seseorang telah menggelapkan dana dari bank, para politisi menerima ”kickback” atau seseorang telah merekayasa pelelangan untuk kepentingan diri sendiri atau orang lain. Hal ini menuntut para penegak hukum menjadi lebih peduli akan kejahatan kerah putih. Namun demikian, para penegak hukum kurang memiliki pengetahuan, keahlian dan pelatihan dan belum familiar dengan prinsip akuntansi dan teknik-teknik audit. Oleh karena itu para penegak hukum biasanya menggunakan jasa akuntan untuk membantu dalam mengembangkan informasi keuangan.
Dilain pihak, dengan munculnya kasus Enron, Worldcom, dan Global Crossing, auditor baik internal maupun eksternal dipaksa untuk mengembangkan teknik pemeriksaan terhadap kecurangan. Salah satu gagasan yang dilemparkan oleh Panel on Audit Effectiveness dari AICPA yaitu auditor hendaknya melaksanakan sejenis pemeriksaan forensik dalam setiap auditnya untuk meningkatkan prospek dalam mendeteksi kecurangan.
Oleh karena itu, profesi akuntan telah memulai perubahan dari pengujian ”hal yang tidak biasa (irregulariries)” menjadi pengujian terhadap kecurangan (fraud).

Perubahan ini tentu saja telah mengakibatkan perubahan prosedur audit seperti bagaimana mengembangkan teknik-teknik untuk menemukan pola kecurangan yang sangat potensial melalui pengembangan profil seseorang yang diduga sebagai pelaku serta melakukan tes detail atau prosedur substantif secara akurat, dengan tidak hanya menyandarkan diri terhadap tes pengendalian saja.
Dalam mengungkap tindak kejahatan ekonomi termasuk didalamnya tindak pidana korupsi, kerja sama antara akuntan dengan penegak hukum saat ini bukan hanya penting tetapi telah menjadi keharusan. Para penyidik tindak pidana korupsi harus mempelajari bagaimana menggunakan informasi keuangan untuk memperkuat kasus yang disidik, di sisi pihak, akuntan harus mengerti dan memahami data-data keuangan apa saja yang dapat diterima menurut hukum.

PERAN FORENSIC ACCOUNTING DALAM PROSES LITIGASI
The AICPA’s Forensic and Litigation Service Committee menyatakan bahwa forensic accounting mengandung 2 (dua) unsur utama, yaitu pertama, jasa litigasi yang mengakui peran akuntan sebagai pemberi keterangan ahli, konsultan, atau peranan lainnya; kedua, jasa investigatif yang dapat digunakan dan dinyatakan dalam sidang pengadilan.
Dalam memberikan jasa pemberian keterangan ahli, akuntan forensik dapat memberikan pendapatnya secara profesional dalam bidang atau area disiplin ilmu yang dimilikinya, seperti masalah akuntansi, auditing, cara bekerjanya kecurangan, administrasi, kesalahan aplikasi keuangan/dana, dan identifikasi situasi lainnya yang berkenaan dengan aktivitas kecurangan. Perlu ditekankan dan mendapat perhatian yang seksama bahwa pemberian jasa keterangan ahli adalah untuk membantu menetapkan betapa pentingnya bukti-bukti dan fakta-faka dibangun tanpa prasangka dalam suatu skenario, seperti kecurangan tersebut hanya suatu kemungkinan atau nyata, kelalaian, atau kesalahan manajemen.
Dalam memberikan jasa investigatif, melalui investigative/fraud audit, upaya akuntan forensik umumnya akan membuktikan aktivitas tindakan kecurangan yang tercermin dalam transaksi atau catatan akuntansi. Melalui upaya yang sangat tekun akuntan mampu mengidentifikasi motif pelaku, melakukan pengujian atas catatan akuntansi untuk menentukan apakah catatan tersebut telah dimanipulasi sebagai usaha atau menyembunyikan aktivitas kecurangannya. Namun demikian, akuntan forensik juga dapat membantu untuk menyangkal atau membuktikan sebaliknya atas skenario yang sampaikan oleh jaksa penuntut umum.

PERANAN AKUNTAN FORENSIK DALAM AUDIT
Dengan maraknya berbagai kasus kecurangan, Howard Silverstone dan Howard Davia mengemukakan dalam buku Fraud 101 Techniques and Startegies for Detection, Edisi Kedua, bahwa dalam melaksanakan fungsi audit, internal auditor sudah dituntut tidak hanya sekedar sebagai “anjing penjaga (watchdog)” saja tetapi juga berfungsi sebagai “anjing polisi/mata-mata (bloodhound)”. Sebagai penjaga diilustrasikan fungsinya hanya sedikit menggigit tetapi lebih banyak menggonggong. Melalui nalurinya, anjing penjaga akan menggonggong apa yang dilihat dan diciumnya tanpa ingin mengetahui apakah seseorang tersebut sah atau tidak memasuki wilayah penjagaannya.
Dengan berfungsi sebagai “bloodhound”, maka internal auditor harus dapat merasa apabila seorang penyusup memang diizinkan untuk mendekati dan apakah seseorang tersebut memiliki kunci masuk ataukah memiliki password untuk masuk pintu. Sebagai mata-mata, harus tahu ada alat kamera pengaman yang memonitor selama 24 jam, adanya saluran penanganan apabila diketahui ada seseorang memasuki area tanpa ijin, dan mewaspadai gelagat disekelilingnya apabila terjadi perbuatan yang tidak wajar. Oleh karena itu akuntan harus merubah pola pikirnya dengan melakukan kombinasi antara prosedur audit dengan prosedur investigatif atau teknik-teknik investigatif untuk dapat membantu mengidentifikasi faktor-faktor risiko audit dan kemungkinan salah saji material yang disebabkan adanya kecurangan. Dengan menggunakan prosedur audit untuk mengidentifikasi keadaan sekitar yang mendorong terjadinya kecurangan adalah untuk memahami jalan pikiran pelaku kecurangan.

Tidak ada komentar: